Vaksin Polio yang Mengandung Babi

05.00 Edit This 0 Comments »


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Kegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar
pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit
cacar. Pada tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO, yang
selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi
pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus
Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada
tahun 1975 vaksinasi TT sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. (Depkes RI,
2005).
Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat mengenai
imunisasi? Tanpa Imunisasi, Kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal
karena penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk
rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari
setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan
dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakirpenyakit
tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini
telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk
mendapatkan imunisasi yang lengkap. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan
untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah
dibawa untuk mendapatkan Imunisasi yang lengkap. Bilamana fasilitas pelayanan
kesehatan tidak dapat memberikan Imunisasi dengan pertimbangan tertentu, orang
tua dapat menghubungi seseorang Dokter (Dokter Spesialis Anak) untuk
mendapatkannya.

1.2  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kita membahas pentingnya imunisasi, hukum imunisasi  serta pro dan kontra yang terjadi dalam di selengarakannya imunisasi
1.3 Tujuan Makalah
·         Untuk mengetahui pentingnya imunisasi
·         Untuk mengetahui  manfaat dari imunisasi
·         Untuk mengetahui hukum imunisasi secara agama
·         Untuk mengetahui macam-macam imunisasi
·         Untuk mengetahui efek samping dari imunisasi



BAB II
PEMBAHASAN


II.1 Kontroversi Imunisasi Vaksin Polio yang Mengandung Babi
II.1.2 Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), imunisasi diartikan “pengebalan” (terhadap penyakit). Kalau dalam istilah kesehatan, imunisasi diartikan pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut anak balita (bawah lima tahun).
Vaksin adalah bibit penyakit (misal cacar) yang sudah dilemahkan, digunakan untuk vaksinasi.2Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.
Imunisasi memiliki beberapa jenis, di antaranya Imunisasi BCG, Imunisasi DPT, Imunisasi DT, Imunisasi TT, imunisasi Campak, Imunisasi MMR, Imunisasi Hib, Imunisasi Varicella, Imunisasi HBV, Imunisasi Pneumokokus Konjugata. Perinciannya bisa dilihat dalam buku-buku kedokteran, intinya jenis imunisasi sesuai dengan penyakit yang perlu dihindari.
Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul.
Berdasarkan surat Menteri Kesehatan RI Nomor: 1192/MENKES/IX/2002, tanggal 24 September 2002, serta penjelasan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan, Direktur Bio Farma, Badan POM, LP POM-MUI, pada rapat Komisi Fatwa, Selasa, 1 Sya’ban 1423 / 8 Oktober 2002; dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.Pemerintah saat ini sedang berupaya melakukan pembasmian penyakit polio dari masyarakat secara serentak dengan cara pemberian dua tetes vaksin Polio oral (melalui saluran pencernaan).
2.Penyakit (virus) Polio, jika tidak ditanggulangi, akan menyebabkan cacat fisik (kaki pincang)



pada mereka yang menderitanya.
3.Terdapat sejumlah anak balita yang menderita immunocompromise (kelainan sistem kekebalan tubuh) yang memerlukan vaksin khusus yang diberikan secara injeksi (vaksin jenis suntik).
4.Jika anak-anak yang menderita immunocompromise tersebut tidak diimunisasi maka mereka akan menderita penyakit Polio serta sangat dikhawatirkan pula mereka akan menjadi sumber penyebaran virus.
5.Vaksin khusus tersebut (IPV) dalam proses pembuatannya menggunakan enzim yang berasal dari porcine (babi), namun dalam hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi.
6.Sampai saat ini belum ada IPV jenis lain yang dapat menggantikan vaksin tersebut dan jika diproduksi sendiri maka diperlukan investasi (biaya/modal) sangat besar sementara kebutuhannya sangat terbatas.

II.2.3 Hukum Imunisasi secara pandangan agama
Untuk sampai kepada status hukum imunisasi model di atas, kami memandang penting untuk memberikan jembatan terlebih dahulu dengan memahami beberapa masalah dan kaidah berikut, setelah itu kita akan mengambil suatu kesimpulan hukum.5
1.Masalah Istihalah
Maksud Istihalah di sini adalah berubahnya suatu benda yang najis atau haram menjadi benda lain yang berbeda nama dan sifatnya. Seperti khamr berubah menjadi cuka, bai menjadi garam, minyak menjadi sabun, dan sebagainya.

Apakah benda najis yang telah berubah nama dan sifatnya tadi bisa menjadi suci? Masalah ini diperselisihkan ulama, hanya saya pendapat yang kuat menurut kami bahwa perubahan tersebut bisa menjadikannya suci, dengan dalil-dalil berikut :
a.Ijma’ (kesepakatan) ahli ilmu bahwa khamr apabila berubah menjadi cuka maka menjadi suci.
b.Pendapat mayoritas ulama bahwa kulit bangkai bisa suci dengan disamak, berdasarkan sabda Nabi “ Kulit bangkai jika disamak maka ia menjadi suci.” ( Lihat Shohihul-Jami’ : 2711)
c.Benda-benda baru tersebut – setelah perubahan – hukum asalnya adalah suci dan halal, tidak ada dalil yang menajiskan dan mengharamkannya.

Pendapat ini merupakan madzhab Hanafiyyah dan Zhahiriyyah, salah satu pendapat dalah madzhab Malik dan Ahmad. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, Inul Qoyyim, asy-Syaukani, dan lain-lain.
Alangkah bagusnya ucapan Imam Ibnul-Qoyyim : “Sesungguhnya benda suci apabila berubah menjadi najis maka hukumnya najis, seperti air dan makanan apabila telah berubah menjadi air seni dan kotoran. Kalau benda suci bisa berubah najis, lantas bagaimana mungkin benda najis tidak bisa berubah menjadi suci? Allah telah mengeluarkan benda suci dari kotoran dan benda kotor dari suci. Benda asal bukanlah patokan. Akan tetapi, yang menjadi patokan adalah sifat benda tersebut sekarang. Mustahil benda tetap dihukumi najis padahal nama dan sifatnya telah tidak ada, padahal hukum itu mengikuti nama dan sifatnya.”
2.Masalah Istihlak
Maksud Istihlak di sini adalah bercampurnya benda haram atau najis dengan benda lainnya yang suci dan hal yang lebih banyak sehingga menghilangkan sifat najis dan keharamannya, baik rasa, warna, dan baunya.

Apabila benda najis yang terkalahkan oleh benda suci tersebut bisa menjadi suci? Pendapat yang benar adalah bisa menjadi suci, berdasarkan dalil berikut :
Air itu suci, tidak ada yang menajiskannya sesuatu pun.” (Shohih. Lihat Irwa’ul-Gholil:14)

Apabila air telah mencapai dua qullah maka tidak najis.” (Shohih. Lihat Irwa’ul-Gholil:23).
Dua hadits di atas menunjukkan bahwa benda yang najis atau haram apabila bercampur dengan air suci yang banyak, sehingga najis tersebut lebur tak menyisakn warna atau baunya maka dia menjadi suci. Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Barang siapa yang memperhatikan dalil-dalil yang disepakati dan memahami rahasia hukum syari’at, niscaya akan jelas baginya bahwa pendapat ini paling benar, sebab najisnya air dan cairan tanpa bisa berubah, sangat jauh dari logika.”
Oleh karenanya, seandainnya ada seseorang yang meminum khomr yang bercampur dengan air yang banyak sehingga sifat khamr-nya hilang maka dia tidak dihukumi minum khomr. Demikian juga, bila ada seorang bayi diberi minum ASI (air susu ibu) yang telah bercampur dengan air yang banyak sehingga sifat susunya hilang maka dia tidak dihukumi sebagai anak persusuannya.”
3.Darurat dalam Obat
Dharurah (darurat) adalah suatu keadaan terdesak untuk menerjang keharaman, yaitu ketika seorang memilki keyakinan bahwa apabila dirinya tidak menerjang larangan tersebut niscaya akan binasa atau mendapatkan bahaya besar pada badanya, hartanya atau kehormatannya. Dalam suatu kaidah fiqhiyyah dikatakan:

Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang
Namun kaidah ini harus memenuhi dua persyaratan: tidak ada pengganti lainya yang boleh (mubah/halal) dan mencukupkan sekadar untuk kebutuhan saja.
Oleh karena itu, al-Izzu bin Abdus Salam mengatakan : “Seandainya seorang terdesak untuk makan barang najis maka dia harus memakannya, sebab kerusakan jiwa dan anggota badan lebih besar daripada kerusakan makan barang najis.”
4.Kemudahan Saat Kesempitan
Sesungguhnya syari’at islam ini dibangun di atas kemudahan. Banyak sekali dalil-dalil yang mendasari hal ini, bahkan Imam asy-Syathibi mengatakan: “Dalil-dalil tentang kemudahan bagi umat ini telah mencapai derajat yang pasti”.

Semua syari’at itu mudah. Namun, apabila ada kesulitan maka akan ada tambahan kemudahan lagi. Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafi’i tatkala berkata :
Kaidah syari’at itu dibangun (di atas dasar) bahwa segala sesuatu apabila sempit maka menjadi luas.

5.Hukum Berobat dengan sesuatu yang Haram
Masalah ini terbagi menjadi dua bagian :

a.Berobat dengan khamr adalah haram sebagaimana pendapat mayoritas ulama, berdasarkan dalil :
Sesungguhnya khomr itu bukanlah obat melainkan penyakit.” (HR. Muslim:1984)
Hadist ini merupakan dalil yang jelas tentang haramnya khamr dijadikan sebagai obat.22

b.Berobat dengan benda haram selain khamr. Masalah ini diperselisihkan ulama menjadi dua pendapat :
Pertama : Boleh dalam kondisi darurat. Ini pendapat Hanafiyyah, Syafi’iyyah, dan Ibnu Hazm.23 Di antara dalil mereka adalah keumuman firman Allah : “… Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya….” (QS. Al- An’am [6]:119)
Demikian juga Nabi membolehkan sutera bagi orang yang terkena penyakit kulit, Nabi membolehkan emas bagi sahabat arfajah untuk menutupi aibnya, dan bolehnya orang yang sedang ihrom untuk mencukur rambutnya apabila ada penyakit di rambutnya.
Kedua: Tidak boleh secara mutlak. Ini adalah madzab Malikiyyah dan Hanabillah.24 Di antara dalil mereka adalah sabda Nabi :“Sesungguhnya allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan benda haram” (ash-Shohihah:4/174)
Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib menurut jumhur ulama, dan karena sembuh dengan berobat bukanlah perkara yang yakin.
Pendapat yang kuat: Pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali dalam kondisi darurat, yaitu apabila penyakit dan obatnya memenuhi kriteria sebagai berikut :
1)Penyakit tersebut penyakit yang harus diobati
2)Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
3)Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.

6.Fatwa-fatwa
Dalam kasus imunisasi jenis ini, kami mendapatkan dua fatwa yang kami pandang perlu kami nukil di sini :

a.Fatwa Majelis Eropa Lil-Ifta’ wal-Buhuts
Dalam ketetapan mereka tentang masalah ini dikatakan: “Setelah Majelis mempelajari masalah ini secara teliti dan menimbang tujuan-tujuan syari’at, kaidah-kaidah fiqih serta ucapan para ahli fiqih, maka Majelis menetapkan :

1)Penggunaan vaksin ini telah diakui manfaatnya oleh kedokteran yanitu melindungi anak-anak dari cacat fisik (kepincangan) dengan izin Allah. Sebagaimana belum ditemukan adanya pengganti lainnya hingga sekarang. Oleh karena itu, menggunakannya sebagai obat dan imunisasi hukumnya boleh, karena bila tidak maka akan terjadi bahaya yang cukup besar. Sesungguhnya pinti fiqih luas memberikan toleransi dari perkara najis- kalau kita katakan bahwa cairan (vaksin) itu najis- apabila terbukti bahwa cairan najis ini telah lebur denga memperbanyak benda-benda lainnya. Ditambah lagi bahwa keadaan ini masuk dalam kategori darurat atau hajat yang sederajat dengan darurat, sedangkan termasuk perkara yang dimaklumi bersama bahwa tujuan syari’at yang paling penting adalah menumbuhkan maslahat dan membedung mafsadat.
2)Majelis mewasiatkan kepada para pemimpin kaum muslimin dan pemimpin markaz agar mereka tidak bersikap keras dalam masalah ijtihadiyyah (berada dalam ruang lingkup ijtihad) seperti ini yang sangat membawa maslahat yang besar bagi anak-anak muslim selagi tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang jelas.
b.Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Majelis Ulama Indonesia dalam rapat pada 1 Sya’ban 1423H, setelah mendiskusikan masalah ini mereka menetapkan :

1). Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari – atau mengandung- benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram.
2). Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita immunocompromise, pada saat ini, dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal



II.2.4 Macam-Macam Imunisasi atau Vaksin
a. Vaksin Polio
Bibit penyakit yang menyebabkan polio adalah virus, vaksin yang digunakan oleh banyak negara termasuk Indonesia adalah vaksin hidup, berbentuk cairan.

b. Vaksin Campak
Bibit penyakit yang menyebabkan campak adalah virus. Vaksin yang digunakan adalah vaksin hidup. Kemasan dalam flacon berbentuk gumpalan yang beku dan kering untuk dilarutkan dalam 5 cc pelarut. Sebelum menyuntikkan vaksin ini, harus terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut vaksin (aqua bidest). Disebut beku kering oleh karena pabrik pembuatan vaksin ini pertama kali membekukan vaksin tersebut kemudian mengeringkannya. Vaksin yang telah dilarutkan potensinya cepat menurun dan hanya bertahan selama 8 jam.


c. Vaksin BCG
Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang berasal dari bakteri. Vaksin BCG adalah vaksin beku kering seperti campak berbentuk bubuk. Vaksin BCG melindungi anak terhadap penyakit tuberculosis (TBC).

Vaksin dibuat dari bibit penyakit hidup yang telah dilemahkan, ditemukan oleh Calmett Guerint. Sebelum menyuntikkan BCG, vaksin harus lebih dulu dilarutkan dengan 4 cc cairan pelarut (NaCl 0,9%). Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan dalam waktu 3 jam. Vaksin akan mudah rusak bila kena sinar matahari langsung. Tempat penyuntikan adalah sepertinya bagian lengan kanan atas.

d. Vaksin Hepatitis B
Bibit penyakit yang menyebabkan hepatitis B adalah virus. Vaksin hepatitis B dibuat dari bagian virus yaitu lapisan paling luar (mantel virus) yang telah mengalami proses pemurnian. Vaksin hepatitis B akan rusak karena pembekuan dan pemanasan. Vaksin hepatitis B paling baik disimpan pada temperatur 2,8°C.

e. Vaksin DPT, TT, dan DT
Terdiri toxoid difteri, bakteri pertusis dan tetanus toxoid, kadang disebut “triple vaksin”. Vaksin DPT disimpan pada suhu 2,8°C kemasan yang digunakan:
- 5 cc untuk DPT,
- 5 cc untuk TT,
- 5 cc untuk DT.

Pemberian imunisasi DPT, DT, TT dosisnya adalah 0,5 cc.

f. Vaksin toxoid difteri
Vaksin ini merupakan bagian dari DPT atau DT, difteri disebabkan oleh bakteri yang memproduksi racun, vaksin terbuat dari toxoid yaitu racun difteri yang telah dilemahkan. Vaksin difteri akan rusak jika dibekukan dan juga akan rusak oleh panas.

g. Vaksin pertusis
Merupakan bagian dari vaksin DPT, penyebab penyakit pertusis adalah bakteri, vaksin dibuat dari bakteri yang telah dimatikan, akan mudah rusak, bila kena panas, sama seperti vaksin BCG, dalam vaksin DPT komponen pertusis merupakan vaksin yang paling mudah rusak.

h. Vaksin tetanus
Vaksin ini merupakan bagian dari vaksin DPT, DT atau sebagai tetanus toxoid (TT). Tetanus disebabkan oleh bakteri yang memproduksi toxin. Vaksin terbuat dari toxin tetanus yang telah dilemahkan, tetanus toxoid akan rusak bila dibekukan dan akan rusak bila kena panas.

II.3 Manfaat Imunisasi
·         Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian
·         Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan
bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
·         Untuk negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal sehat untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa Indonesia diantara segenap bangsa di dunia.




II.4 Efek samping imunisasi
a. BCG

1. Reaksi normal
Bakteri BCG ditubuh bekerja dengan sangat lambat. Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil merah di tempat penyuntikan dengan garis tengah 10 mm.
Setelah 2 – 3 minggu kemudian, pembengkakan menjadi abses kecil yang kemudian menjadi luka dengan garis tengah 10 mm, jangan berikan obat apapun pada luka dan biarkan terbuka atau bila akan ditutup gunakan kasa kering. Luka tersebut akan sembuh dan meninggalkan jaringan parut tengah 3-7 mm.

2.Reaksi berat
Kadang terjadi peradangan setempat yang agak berat atau abses yang lebih dalam, kadang juga terjadi pembengkakan di kelenjar limfe pada leher / ketiak, hal ini disebabkan kesalahan penyuntikan yang terlalu dalam dan dosis yang terlalu tinggi.

3.Reaksi yang lebih cepat
Jika anak sudah mempunyai kekebalan terhadap TBC, proses pembengkakan mungkin terjadi lebih cepat dari 2 minggu, ini berarti anak tersebut sudah mendapat imunisasi BCG atau kemungkinan anak tersebut telah terinfeksi BCG.

b. DPT
1. Panas
Kebanyakan anak akan menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, tapi panas ini akan sembuh dalam 1 – 2 hari. Anjurkan agar jangan dibungkus dengan baju tebal dan dimandikan dengan cara melap dengan air yang dicelupkan ke air hangat.

2. Rasa sakit di daerah suntikan
Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak.

3. Peradangan
Bila pembengkakan terjadi seminggu atau lebih, maka hal ini mungkin disebabkan peradangan, mungkin disebabkan oleh jarum suntik yang tidak steril karena:



* Telah tersentuh,
* Sebelum dipakai menyuntik jarum diletakkan diatas tempat yang tidak steril,
* Sterilisasi kurang lama,
* Pencemaran oleh kuman.


4. Kejang-kejang
Reaksi yang jarang terjadi sebaliknya diketahui petugas, reaksi disebabkan oleh komponen dari vaksin DPT.

c. Polio
Bila anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik karena ada gangguan penyerapan vaksin oleh usus akibat diare berat.

d. Hepatitis D
Efek samping: tidak ada

e. Campak
Efek samping vaksin campak : panas dan kemerahan.
Anak-anak mungkin panas selama 1 – 3 hari setelah 1 minggu penyuntikan, kadang disertai kemerahan seperti penderita campak ringan.

II.5 Pro Kontra Imunisasi
Dari beberapa rekan yang rupanya anti imunisasi, dengan berbagai argumen menentang adanya imunisasi, mulai menyatakan bahwa vaksin terdiri dari unsur haram (Babi), lalu adanya pendholiman pada anak, juga adanya alternatif yang lebih sehat dari imunisasi, yakni madu.
Sebagai orang tua yang ingin hal terbaik untuk anaknya, hal ini harus dicermati dengan bijak. Segala kemampuan dikerahkan.
Melalui googling, semakin terkuak betapa pro dan kontra ini berlawanan dengan telak. Argumen, kisah, kepercayaan, keyakinan, dan bermacam istilah medis yang belum pernah terdengar sebelumnya, berseliweran menghiasi pro dan kontra ini.
Masih ragu, akhirnya bertanya ke ahlinya: para dokter

Kebetulan dekat dengan salah satu dokter seniornya Malang, Dr. Koentjahja, Sp.P, yang langsung responsif begitu aku ajak diskusi perihal masalah ini. Menurut beliau imunisasi tetap penting. Kalaupun ada masalah itu adalah kasus minor dan tidak bisa dijadikan sandaran keamanan imunisasi.
Dokter Dipo lebih membahas halal dan haramnya. Menurut beliau, tinggalkan hal yang meragukan, termasuk beberapa (bukan semua) imunisasi yang diketahui haram.
BananaTalk memaparkan perihal amannya imunisasi dan ketersediaan alternatif imunisasi yang halal.

Kemudian dari hasil riset sana-sini, akhirnya dapat ditarik kesimpulan: Imunisasi tetap harus diberikan, terutama yang wajib.
Alasan:
1.    Tidak semua vaksin mengandung zat haram, terutama yang produk Indonesia. Untuk 1 jenis vaksin tersedia versi halalnya. Namun meski demikian, imunisasi termasuk bentuk darurat yang mana termasuk kategori boleh selama belum ada gantinya.
2.    Pengertian dholim pada anak justru lebih aman jika dibandingkan dengan mengabaikan penjagaan kesehatan anak. Pemberian vaksin memang menyebabkan demam 1-2 hari (ada pula yang dapat dipilih mana yang bikin demam dan yang tidak), karena memang itu tujuannya, yakni agar antibodi bekerja. Tanpa imunisasi memang anak tidak mengalami demam, namun untuk ke depannya akan jauh lebih berbahaya.
3.    Kasus 'malfunction' imunisasi memang pernah terjadi, namun hal tersebut adalah kasuistis. Selain berusaha, jangan abaikan doa.
4.    Tidak semua vaksin mengandung zat haram, terutama yang produk Indonesia. Untuk 1 jenis vaksin tersedia versi halalnya. Namun meski demikian, imunisasi termasuk bentuk darurat yang mana termasuk kategori boleh selama belum ada gantinya.
5.    Pengertian dholim pada anak justru lebih aman jika dibandingkan dengan mengabaikan penjagaan kesehatan anak. Pemberian vaksin memang menyebabkan demam 1-2 hari (ada pula yang dapat dipilih mana yang bikin demam dan yang tidak), karena memang itu tujuannya, yakni agar antibodi bekerja. Tanpa imunisasi memang anak tidak mengalami demam, namun untuk ke depannya akan jauh lebih berbahaya.
6.    Kasus 'malfunction' imunisasi memang pernah terjadi, namun hal tersebut adalah kasuistis. Selain berusaha, jangan abaikan doa.
Vaksin imunisasi memang tidak mencegah penyakit 100%. Katakanlah 50%. Tapi tanpa imunisasi malah akan jadi 0%.


BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Adapun Kesimpulan yang saya dapat ambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
a)      Manfaat dari Imunisasi adalah

o   Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian
o   Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan
bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
o   Untuk negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal sehat untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa Indonesia diantara segenap bangsa di dunia.

b)      Setelah keterangan singkat di atas, kami yakin pembaca sudah bisa menebak kesimpulan kami tentang hukum imunisasi IPV ini, yaitu kami memandang bolehnya imunisasi jenis ini dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1.Imunisasi ini sangat dibutuhkan sekali sebagaimana penelitian ilmu kedokteran.
2.Bahan haram yang ada telah lebur dengan bahan-bahan lainnya.
3.Belum ditemukan pengganti lainnya yang mubah.
4.Hal ini termasuk dalam kondisi darurat.
5.Sesuai dengan kemudahan syari’at di kala ada kesulitan.



III.2 Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan penulis adalah:
·         Saran ditujukan kepada pembaca, makalah ini masih jauh dari sempurna, maka apabila menemukan suatu hal dalam makalah ini hendakny memberi tahu penulis, kritikan yang membangun di terima dengan baik
·         Saran ditujukan kepada dosen pengajar Epidemologi hendaknya bersedia membantu mahasiswanya apabila mengalami kesulitan dalam pembuatan makalah, baik dari pembutan judul sampai isinya.

Demikianlah hasil analisis kami tentang masalah ini, maka janganlah kita meresahkan masyarakat dengan kebingungan kita tentang masalah ini. Namun seperti yang kami isyarakatkan di muka bahwa pembahasan ini belumlah titik, masih terbuka bagi semuanya untuk mencurahkan pengetahuan dan penelitian baik sari segi ilmu medis maupun ilmu syar’i agar bisa sampai kepada hukum yang sangat jelas. Kita memohon kepada Allah agar menambahkan bagi kita ilmu yang bermanfaat. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
 www.pediatrik.com, ditulis kembali oleh Ikhsan Setiawan dan tersedia
dalam format pdf di www.geocities.com/ikhsan75)


0 komentar: