THALASSEMIA

07.28 Edit This 0 Comments »

A.    PENGERTIAN THALASSEMIA
Thalassemia adalah sekelompok gejala atau penyakit keturunan yang diakibatkan karena kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin, sebagai bahan utama darah.

B.     KLASIFIKASI THALASSEMIA
Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia alpha (hilang rantai alpha) dan thalassemia beta (hilang rantai beta).

1.      Thalassemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang ada. Thalassemia alpha dibagi menjadi :
·         Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha). Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom).
·         Alpha Thalassemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha). Penderita mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).
·          Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha). Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali).
·         Alpha Thalassemia Major (gangguan pada 4 rantai globin alpha). Thalassemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha thalassemia mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.


2.      Thalassemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada. Thalassemia beta dibagi menjadi :
ü  Beta Thalassemia Trait. Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer).
ü  Thalassemia Intermedia. Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
ü  Thalassemia Major (Cooley’s Anemia). Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
ü  Berbeda dengan thalassemia minor (thalassemia trait/bawaan), penderita thalassemia mayor tidak dapat membentuk haemoglobin yang cukup di dalam darah mereka, sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama-lama akan menyebabkan asfiksia jaringan (kekurangan O2), edema, gagal jantung kongestif, maupun kematian. Oleh karena itu, penderita thalassemia mayor memerlukan transfusi darah yang sering dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya.

C.     ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.

D.    PATOGENESIS
Mekanisme penurunan penyakit thalassemia :


  • Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassemia trait/bawaan, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassemia trait/bawaan atau Thalassemia mayor kepada anak-anak meraka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.


  • Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassemia trait/bawaan, sedangkan yang lainnya tidak maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassemia trait/bawaan, tetapi tidak seseorang diantara anak-anak mereka Thalassemia mayor.






  • Apabila kedua orang tua menderita Thalassemia trait/bawaan, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita thalassemia trait/bawaan atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin menderita Thalassemia mayor.

Dari skema diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia beta, dan 25% thalassemia beta mayor (anemia berat).
1.      Thalassemia Alfa
Pada thalassemia alfa terjadi mutasi pada kromosom 16 yang menyebabkan tidak terbentuknya rantai globin α. Pada newborn yang masih memiliki Hb F (α2γ2), kekurangan rantai globin α menyebabkan terdapat rantai globin γ yang tidak berpasangan. Rantai globin γ yang tidak berpasangan tersebut, kemudian akan membentuk tetramer sebagai Hb Barts. Sedangkan pada bayi > 6 bulan (dimana kadar HbF sama dengan orang dewasa) terdapat Hb A (α2β2), kekurangan rantai globin α menyebabkan rantai β tidak berpasangan yang kemudian membentuk tetramer sebagai HbH.Pembentukan tetramer ini mengakibatkan eritropoiesis yang kurang efektif. Tetramer HbH cenderung mengendap seiring dengan penuaan sel, menghasilkan inclusion bodies. Proses hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena HbH dan Hb Bart’s adalah homotetramer yang tidak mengalami perubahan allosentrik yang diperlukan untuk transpor oksigen. Seperti mioglobin, mereka tidak bisa melepas oksigen pada tekanan fisiologis. Sehingga tingginya kadar HbH dan Hb Bart’s sebanding dengan beratnya hipoksia.

2.      Thalassemia Beta
Pada thalassemia beta terjadi mutasi pada kromosom 11 yang menyebabkan tidak terbentuknya rantai globin β yang mengakibatkan kelebihan rantai globin α pada HbA (α2β2). Kelebihan rantai α akan mengendap pada membran sel eritrosit dan prekursornya. Hal ini menyebabkan pengrusakan prokursor eritrosit yang hebat intramedular. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi membrane sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga pada thalassemia β disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit dan memberikan gambaran anemia hipokrom dan mikrositer.
 Terjadinya eritropoesis yang berlangsusng tidak efektif mengakibatkan jumlah eritrosit normal yang dibutuhkan menjadi berkurang. Hal ini menimbulkan peningkatan eritropoesis dalam sumsum tulang (intramedular), dan bila masih belum mencukupi akan dibantu dengan eritropoesis ekstramedular pada hati dan limpa.
Sebagian kecil precursor eritrosit memiliki kemampuan membuat rantai γ menghasilkan HbF extra uterine. Pada thalassemia β sel ini sangat terseleksi dan kelebihan rantai α lebih kecil karena sebagian bergabung dengan rantai γ membentuk HbF. Kombinasi anemia pada thalassemia β dan eritrosit yang kaya HbF dengan afinitas oksigen tinggi , menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan parubahan tulang, peningkatan absorbsi besi, metabolisme yang tinggi dan gambaran klinis thalassemia β mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran limpa yang diikuti dengan terperangkapnya eritrosit, leukosit dan trombosit dalam limpa, sehngga menimbulkan gambaran hiperplenisme


E.     GEJALA
Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis  rantai  asam  amino  yang  hilang  dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik.
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada beta-thalassemia mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.



F.      DIAGNOSIS
Diagnosis thalassemia dibuat berdasarkan anamnesis mengenai gejala klinis, riwayat keluarga/pola herediter, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah untuk analisa hemoglobin yaitu hematologi rutin, hapusan darah tepi, dan elektroforesis.
Di Semarang, untuk diagnosis ini sudah tersedia sampai pemeriksaan Hb elektroforesis, itupun tidak semua RS tersedia. Hanya beberapa laboratorium tertentu saja. Pemeriksaan setingkat analisis DNA/PCR, harus dirujuk ke Jakarta.

G.    PENGOBATAN
Sampai saat ini belum ada obat yang menyembuhkan penyakit thalassemia secara total. Pada dasarnya pengobatan yang diberikan pada penderita thalssemia bersifat simptomatik dan suportif. Secara garis besar, pengobatan thalssemia terdiri dari pengobatan terhadap penyakitnya dan pengobatan terhadap komplikasi. Pengobatan terhadap penyakitnya meliputi transfusi darah, splenektomi, induksi sintesa rantai globin, transplantasi sumsum tulang dan terapi gen. Pengobatan terhadap komplikasi meliputi mencegah kelebihan dan penimbunan besi, pemberian kalsium, asam folat, imunisasi dan pengobatan terhadap komplikasi lainnya.
Transfusi darah pada penderita thalassemia bertujuan untuk mengatasi anemia yang menyebabkan anoksia jaringan dan mengancam hidup penderita; supresi eritropoesis yang berlebih-lebihan, dan menghambat peningkatan absorbsi besi di usus. Beberapa pendapat mengusulkan agar kadar Hb dipertahankan sama atau diatas 10 g/dl. Sayangnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima. Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi yang mengganggu fungsi organ-organ vital seperti jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder.
Gangguan tersebut bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga."Untuk mengatasi masalah kelebihan zat besi, dengan memberikan obat kelasi besi atau pengikat zat besi secara teratur dan terus menerus.
Pada penderita thalassemia diberikan pula  tambahan vitamin C, E, calcium dan asam folat.Pada beberapa keadaan, kadang diperlukan suatu tindakan operasi untuk mengambil limpa dari dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak. Terapi lain dapat berupa induksi sintesis rantai globin, dan transplantasi sumsum tulang. 
Transplantasi sumsum tulang prinsipnya ialah memberikan stem cells (sel punca) normal donor yang mempunyai kompatibilitas sama kepada penderita thalassemia. Transplantasi sumsum tulang lebih efektif daripada transfusi darah, namun memerlukan sarana khusus dan biaya yang tinggi. Terdapat hasil menguntungkan transplantasi stem cells dari anggota keluarga dengan HLA (Human Leucocyte Antigen)  yang identik pada pasien thalasemia berat.  Penundaan transplantasi terlalu lama atau bila sudah timbul kerusakan hati dan jantung karena penimbunan besi akan mengurangi kemungkinan keberhasilan transplantasi. Jadi pada pasien thalasemia yang mempunyai donor HLA identik untuk sesegera mungkin menjalani transplantasi. Darah tali pusat sebagai sumber stem cells, mampu menyusun kembali sumsum tulang pada pasien thalassemia setelah terapi persiapan (mielo-ablasi prekondisional).

 Manfaat utama darah tali pusat dibandingkan sumber stem cells lainnya adalah kemampuan menembus sawar HLA, dan terdapat bukti lebih sedikit terjadi reaksi penolakan. Penggunaan donor stem cells darah tali pusat berhubungan dengan ketidaksesuaian 1-3 antigen HLA harus dipertimbangkan sebelumnya untuk keberhasilan transplantasi. Sumber stem cells yang lain adalah dari hewan kelinci yang dikembangbiakkan secara khusus (xenotransplantasi).
Sumber stem cells ini menguntungkan karena tak pernah ditemukan bukti penularan virus yang berbahaya (retrovirus) dari kelinci ke manusia dan tak pernah ditolak tubuh yang memerlukan obat-obat penekan reaksi imun (imunosupresi). 
Satu lagi adalah terapi gen, merupakan pengobatan yang paling utama dari semua penyakit genetik, namun terapi gen pada thalassemia masih terus dalam penelitian.


H.    PENCEGAHAN
Karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan thalassemia terdiri dari beberapa strategi, yakni:
1.      Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia,
2.      konsultasi genetik (genetic counseling), dan
3.      diagnosis prenatal.
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan  yang baik untuk thalassemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju.
Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif. Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak. Diagnosis prenatal meliputi pendekatan retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif, berarti melakukan diagnosis prenatal pada pasangan yang telah mempunyai anak thalssemia, dan sekarang sementara hamil. Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan yang berisiko tinggi yaitu mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru hamil. Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis DNA. Dalam rangka pencegahan penyakit thalassemia, ada beberapa masalah pokok yang harus disampaikan kepada masyarakat, ialah :
1.      Bahwa pembawa sifat thalassemia itu tidak merupakan masalah baginya;
2.      Bentuk thalassemia mayor mempunyai dampak mediko-sosial yang besar, penanganannya sangat mahal dan sering diakhiri kematian;
3.      Kelahiran bayi thalassemia dapat dihindarkan.
Karena penyakit ini menurun, maka kemungkinan penderitanya akan terus bertambah dari tahun ke tahunnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting dilakukan untuk mencegah bertambahnya penderita thalassemia ini. Sebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia
 Pemeriksaaan akan sangat dianjurkan bila terdapat riwayat :
1.      Ada saudara sedarah yang menderita thalassemia,
2.      kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi,
3.      ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal. 
“Jadi cegahlah thalassemia dengan pemeriksaan kesehatan pranikah”.

I.        


Read More..

Anemia

06.11 Edit This 0 Comments »

A.    Pengertian Anemia
Anemia dalam bahasa Yunani yaitu tanpa darah adalah keadaan saat jumlah sel darah merah (eritrosit) atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh . orang dikatakan anemia jika Hb kurang dari 8 mol / liter pada pria dan 7 mol / liter mol pada wanita.
Sel darah merah (RBC) merupakan komponen darah yang terbanyak dalam satu mililiter darah. Setiap orang memiliki jutaan bahkan miliaran sel darah merah dalam tubuhnya. Penghitungan sel darah merah digunakan untuk menentukan apakah kadar sel darah merah rendah (anemia) atau tinggi (polisitemia).Pada perhitungan sel darah merah, akan dinilai jumlah dan ukuran dari sel darah merah. Bentuk sel darah merah pun akan dievaluasi di bawah mikroskop. Segala informasi mulai dari jumlah, ukuran dan bentuk dari sel darah merah akan berguna dalam mendiagnosa suatu anemia. Juga pada pemeriksaan ini dapat diketahui jenis anemia berikut kemungkinan penyebabnya.
Nilai hematokrit merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menentukan apakah jumlah sel darah merah terlalu tinggi, terlalu rendah atau normal. Hematokrit sejatinya merupakan ukuran yang menentukan seberapa banyak jumlah sel darah merah dalam satu mililiter darah atau dengan kata lain perbandingan antara sel darah merah dengan komponen darah yang lain. Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas dan kepusingan. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar. Mereka merasa lebih sulit untuk bekerja. Artinya mutu hidupnya lebih rendah.

B.     Hal-hal yang dapat menyebabkan Anemia
    1. Perdarahan hebat, pada kasus ini banyak sekali eritrosit beserta komponen-komponen darah lainnya hilang.
    2. Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung Vit B12, Asam folat, Zat besi, dan unsur-unsur lainnya yang diperlikan untuk pembentukan eritrosit.
    3. Akut (mendadak), sama halnya dengan pendarahan hebat.
    4. Kecelakaan
    5. Pembedahan, pada pasien pembedahan maka produksi eritrosit akan tergangu karena tubuh kurang menyerap protein dan Vit B12.
    6. Persalinan, pada wanita hamil sangat rawan sekali terjadi anemia, karena pada saat itu janin dalam kandungan juga menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
    7. Pecah pembuluh darah
    8. Kronik (menahun), pada kasus ini adalah gastritis kronis, kanker dan penyakit ginjal.
    9. Perdarahan hidung
    10. Wasir (hemoroid)
    11. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
    12. Thalassemia

C.     Tanda Dan Gejala Anemia
1.      Cepat Lelah
2.      Lemas
3.      Kelopak mata terlihat pucat
4.      Sering gelisah
5.      Sesak napas apabila setelah olahraga
6.      Kepala terasa melayang
7.      Palpitasi (berdebar-debar)
8.      Herat Fallure (gagal jantung)
  

D.    Macam-macam Anemia
1.      Anemia Feriprive
Yaitu anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi.
2.      Anemia megaloblaster
Yaitu anemia yang disebabkan karena kekurangan Vitamin B12 dan Asam Volat.
3.      Anemia Aplastik
Anemia jenis ini disebabkan karena eritrosit dan unsur darah lainnya tidak dapat terbentuk karena hormon eritrofoetin tidak diproduksi atau berkurang produksinya. Biasanya pada penderita ginjal, karna Hormon Eritrofoetin diproduksi hampir 99% di ginjal.
4.      Anemia Hemolitik
Anemia jenis ini disebabkan karena terjadinya peningkatan pemecahan eritrosit, misalnya pada kelainan Bulan sabit. Yang seharusnya eritrosit itu hidup sampai 120 hari akan tetapi pada kasus ini seblum 120 hari sudah mengalami hemolitik atau pemecahan sehingga haemoglobin pun bertebaran keluar.

E.     Pengobatan dan Pencegahan Anemia
Pencegahan Anemia yaitu dengan cara memkan makanan yang bergizi khususnya banyak yang mengandung Vit B12, Asam folat, Zat besi dan vitamin-vitamin yang laennya. Serta biasakan hidup sehat sperti olahraga, istirahat yang cukup, karena walaupun kita selalu makan makanan yang bergizi akan tetapi hidup kita tidak sehat maka akan menimbulkan berbagai penyakit dan akan menjadi faktor resiko terjadinya Anemia.
Pengobatan anemia yaitu ada dua cara :
Ø  Dengan pengobatan alami
1.      Ambil beberapa lembar daun bayam, 1butir telur ayam kampung, dan madu asli secukupnya.
2.      Cuci daun bayam hingga bersih, kemudian tumbuklah hingga halus dan lembut, sesudah itu diperas untuk diambil airnya.
3.      Campurkan air perasan bayam tersebut dengan telur ayam dan madu, aduk hingga merata dan tercampur betul.
4.      Minumlah ramuan tersebut 3 kali sehari, dan ulangi sampai beberapa kali. Insyalloh anda tidak akan kekurangan darah lagi.

Ø  Dengan pengobatan moderen
Pengobatan moderen yaitu dengan  menggunakan oabt-obatan penambah darah seperti hemaviton dan obat-obat yang laennya.

Disamping dengan pengobatan –pengobatan diatas, kita juga bisa dengan cara pengobatan alamiah, yaitu dengan cara memantau asupan makan yang banyak mengandung zat besi dan komponen-komponen penyusun eritrosit lainnya, yaitu dengan banyak memakan sayur-sayuran, daging khususnya ati ayam atau sapi, telur, buah-buahan dan kacang-kacangan.

Read More..

leukimia limfositik akut

05.05 Edit This 0 Comments »

Pengobatan
1.      Tranfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang adri 6 g% pada trombositopenia  yang berat dan pendarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda dapat diberikan heprin.
2.      Kortikosteroid ( prednison, kortison, deksametason dan sebagainnya ). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentika.
3.      Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6 merkaptopurin atau 6-mp, metroteksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L- asparaginase, siklofosfamid, atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya  sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan predison. Pada pemberian obat-obatan ini serimg terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leokopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4.      Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).
5.      Imunoterapi, merupakan cara pengobatan cara terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imuisasi BCG atau dengan corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memeperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan  spesifik dikerjakan dengan disuntikan  sel leukimia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan penderita leukimia dapat sembuh semprna.

Cara pengobatan
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama.
Untuk mencapai keadaan tersebut, pada perinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:

1.      Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu degan pemberian berbagai obat tersebut diatas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%
2.      Konsulidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3.      Rumat (maintenance)
Untuk memepertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan cara pemberian titostatika separuh dosis biasa.
4.      Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilkaukansetiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-oabat  seperti pada indiksi selama 10-14 hari.
5.      Mencegah terjadinya leukimia susunan syaraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukimia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-2.500 rad. Untuk mencegah leukimia meningeal dan leukimia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6.      Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukimia didalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
Cara pengobatan yang dilakukan dibagian ilmu kesehatan anak FKUI terhadap leukimia limfositik akut ialah dengan menggunakan sebagai berikut  :
1.      Induksi
Sistemik :
a.       VCR  (vinkristin) : 2 mg/m2/minggu, intrevena, diberikan 6 kali.
b.  ADR (adriamisin): 40 mg/m2/minggu intrevena, diberikan 3 kali, dimulai pada hari ketiga pengobatan.
c.   Pred (prednison) : 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu, kemudian tapering off selama 1 minggu.
SSP: profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intertekal, diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. Radiasi kranial : dosis total 2.400 rad. Dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)


2.      Konsolidasi
a.  MTX : 15mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai satu minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
b.      6-MP (6- merkaptopurin):500mg/m2/hari peroral, diberikan 3 kal.
c.  CPA (siklofosfamid): 800mg/m2/kali diberikan sekaligus pada akhir minggu kedua dari konsulidasi.
Rumat (maintenance)
Dimulai satu minggu setelah konsulidasi terakhir (CPA) dengan :
a.       6-MP : 65mg/m2/hari peroral.
b.      MTX : 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam 2 minggu dosis (misalnya senin dan kamis)
3.      Rerinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat-obat rumat dihentikan.
Sistemik:
a.       VCR : dosis sama dengan dosis induksi. Diberikan 2 kali
b.   Pred : dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh  dan 1 minggu kemudian tapering off.
SSP : MTX intratekal : dosis sama dengan dosis profilkasis, diberikan 2 kali.
4.      Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obatan rumat diteruskan.
5.      Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun  remisi terus menerus.
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan ( setelah 6 minggu)
       

Read More..