THALASSEMIA
07.28 Edit This 0 Comments »
A.
PENGERTIAN
THALASSEMIA
Thalassemia adalah sekelompok gejala
atau penyakit keturunan yang diakibatkan karena kegagalan pembentukan salah
satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin, sebagai bahan
utama darah.
B.
KLASIFIKASI
THALASSEMIA
Berdasarkan
rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia
alpha (hilang rantai alpha) dan thalassemia beta (hilang rantai beta).
1. Thalassemia alpha disebabkan karena
adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang ada.
Thalassemia alpha dibagi menjadi :
·
Silent
Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha). Pada keadaan ini mungkin
tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi sedikit
kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom).
·
Alpha
Thalassemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha). Penderita mungkin
hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak
pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).
·
Hb
H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha). Gambaran klinis penderita
dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat
yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali).
·
Alpha
Thalassemia Major (gangguan pada 4 rantai globin alpha). Thalassemia tipe ini
merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alpha. Pada
kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau
HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha thalassemia mayor
mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan
(hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini
biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2. Thalassemia beta terjadi jika terdapat
mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada. Thalassemia beta dibagi
menjadi :
ü Beta Thalassemia Trait. Pada jenis
ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita
mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang
mengecil (mikrositer).
ü Thalassemia Intermedia. Pada kondisi
ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai
beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung
dari derajat mutasi gen yang terjadi.
ü Thalassemia Major (Cooley’s Anemia).
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi
rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan
berupa anemia yang berat.
ü Berbeda dengan thalassemia minor
(thalassemia trait/bawaan), penderita thalassemia mayor tidak dapat membentuk
haemoglobin yang cukup di dalam darah mereka, sehingga hampir tidak ada oksigen
yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama-lama akan menyebabkan
asfiksia jaringan (kekurangan O2), edema, gagal jantung kongestif, maupun
kematian. Oleh karena itu, penderita thalassemia mayor memerlukan transfusi
darah yang sering dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya.
C. ETIOLOGI
Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami
kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat
thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam
keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia
jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen
yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa
sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen
globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya
masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat
beberapa kemungkinan.
Kemungkinan
pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari
bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak
hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya
membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta
normal dari kedua orang tuanya.
D. PATOGENESIS
Mekanisme penurunan penyakit
thalassemia :
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dari skema diatas dapat dilihat
bahwa kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalassemia beta adalah 25%
normal, 50% pembawa sifat thalassemia beta, dan 25% thalassemia beta mayor
(anemia berat).
1. Thalassemia Alfa
Pada thalassemia alfa terjadi mutasi
pada kromosom 16 yang menyebabkan tidak terbentuknya rantai globin α. Pada
newborn yang masih memiliki Hb F (α2γ2), kekurangan rantai globin α menyebabkan
terdapat rantai globin γ yang tidak berpasangan. Rantai globin γ yang tidak
berpasangan tersebut, kemudian akan membentuk tetramer sebagai Hb Barts.
Sedangkan pada bayi > 6 bulan (dimana kadar HbF sama dengan orang dewasa)
terdapat Hb A (α2β2), kekurangan rantai globin α menyebabkan rantai β tidak
berpasangan yang kemudian membentuk tetramer sebagai HbH.Pembentukan tetramer
ini mengakibatkan eritropoiesis yang kurang efektif. Tetramer HbH cenderung
mengendap seiring dengan penuaan sel, menghasilkan inclusion bodies. Proses
hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena
HbH dan Hb Bart’s adalah homotetramer yang tidak mengalami perubahan
allosentrik yang diperlukan untuk transpor oksigen. Seperti mioglobin, mereka
tidak bisa melepas oksigen pada tekanan fisiologis. Sehingga tingginya kadar
HbH dan Hb Bart’s sebanding dengan beratnya hipoksia.
2. Thalassemia Beta
Pada thalassemia beta terjadi mutasi
pada kromosom 11 yang menyebabkan tidak terbentuknya rantai globin β yang
mengakibatkan kelebihan rantai globin α pada HbA (α2β2). Kelebihan rantai α
akan mengendap pada membran sel eritrosit dan prekursornya. Hal ini menyebabkan
pengrusakan prokursor eritrosit yang hebat intramedular. Eritrosit yang
mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di
lien dan oksidasi membrane sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi
hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga pada thalassemia β
disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit dan
memberikan gambaran anemia hipokrom dan mikrositer.
Terjadinya eritropoesis yang berlangsusng
tidak efektif mengakibatkan jumlah eritrosit normal yang dibutuhkan menjadi
berkurang. Hal ini menimbulkan peningkatan eritropoesis dalam sumsum tulang
(intramedular), dan bila masih belum mencukupi akan dibantu dengan eritropoesis
ekstramedular pada hati dan limpa.
Sebagian kecil precursor eritrosit
memiliki kemampuan membuat rantai γ menghasilkan HbF extra uterine. Pada
thalassemia β sel ini sangat terseleksi dan kelebihan rantai α lebih kecil
karena sebagian bergabung dengan rantai γ membentuk HbF. Kombinasi anemia pada
thalassemia β dan eritrosit yang kaya HbF dengan afinitas oksigen tinggi ,
menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini
mengakibatkan peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan parubahan
tulang, peningkatan absorbsi besi, metabolisme yang tinggi dan gambaran klinis
thalassemia β mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal mengakibatkan
pembesaran limpa yang diikuti dengan terperangkapnya eritrosit, leukosit dan
trombosit dalam limpa, sehngga menimbulkan gambaran hiperplenisme
E. GEJALA
Semua
thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan
jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami
anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik.
Pada
bentuk yang lebih berat, khususnya pada beta-thalassemia mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan
hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua
organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok),
batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat,
yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum
tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah.
Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita
thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat
dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan
seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis
thalassemia dibuat berdasarkan anamnesis mengenai gejala klinis, riwayat
keluarga/pola herediter, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah untuk analisa hemoglobin yaitu hematologi
rutin, hapusan darah tepi, dan elektroforesis.
Di
Semarang, untuk diagnosis ini sudah tersedia sampai pemeriksaan Hb
elektroforesis, itupun tidak semua RS tersedia. Hanya beberapa laboratorium
tertentu saja. Pemeriksaan setingkat analisis DNA/PCR, harus dirujuk ke
Jakarta.
G. PENGOBATAN
Sampai
saat ini belum ada obat yang menyembuhkan penyakit thalassemia secara total.
Pada dasarnya pengobatan yang diberikan pada penderita thalssemia bersifat
simptomatik dan suportif. Secara garis besar, pengobatan thalssemia terdiri
dari pengobatan terhadap penyakitnya dan pengobatan terhadap komplikasi.
Pengobatan terhadap penyakitnya meliputi transfusi darah, splenektomi, induksi
sintesa rantai globin, transplantasi sumsum tulang dan terapi gen. Pengobatan terhadap
komplikasi meliputi mencegah kelebihan dan penimbunan besi, pemberian kalsium,
asam folat, imunisasi dan pengobatan terhadap komplikasi lainnya.
Transfusi
darah pada penderita thalassemia bertujuan untuk mengatasi anemia yang
menyebabkan anoksia jaringan dan mengancam hidup penderita; supresi
eritropoesis yang berlebih-lebihan, dan menghambat peningkatan absorbsi besi di
usus. Beberapa pendapat mengusulkan agar kadar Hb dipertahankan sama atau
diatas 10 g/dl. Sayangnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. Risikonya
terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima. Yang lebih berbahaya,
karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita
kelebihan zat besi yang mengganggu fungsi organ-organ vital seperti jantung,
hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder.
Gangguan
tersebut bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita
diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga."Untuk mengatasi
masalah kelebihan zat besi, dengan memberikan obat kelasi besi atau pengikat
zat besi secara teratur dan terus menerus.
Pada
penderita thalassemia diberikan pula tambahan vitamin C, E, calcium dan
asam folat.Pada beberapa keadaan, kadang diperlukan suatu tindakan operasi
untuk mengambil limpa dari dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak.
Terapi lain dapat berupa induksi sintesis rantai globin, dan transplantasi
sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang prinsipnya ialah memberikan stem cells (sel punca)
normal donor yang mempunyai kompatibilitas sama kepada penderita thalassemia.
Transplantasi sumsum tulang lebih efektif daripada transfusi darah, namun
memerlukan sarana khusus dan biaya yang tinggi. Terdapat hasil menguntungkan
transplantasi stem cells dari anggota keluarga dengan HLA (Human Leucocyte
Antigen) yang identik pada pasien thalasemia berat. Penundaan
transplantasi terlalu lama atau bila sudah timbul kerusakan hati dan jantung
karena penimbunan besi akan mengurangi kemungkinan keberhasilan transplantasi.
Jadi pada pasien thalasemia yang mempunyai donor HLA identik untuk sesegera
mungkin menjalani transplantasi. Darah tali pusat sebagai sumber stem cells,
mampu menyusun kembali sumsum tulang pada pasien thalassemia setelah terapi
persiapan (mielo-ablasi prekondisional).
Manfaat utama darah tali pusat dibandingkan
sumber stem cells lainnya adalah kemampuan menembus sawar HLA, dan terdapat
bukti lebih sedikit terjadi reaksi penolakan. Penggunaan donor stem cells darah
tali pusat berhubungan dengan ketidaksesuaian 1-3 antigen HLA harus
dipertimbangkan sebelumnya untuk keberhasilan transplantasi. Sumber stem cells
yang lain adalah dari hewan kelinci yang dikembangbiakkan secara khusus
(xenotransplantasi).
Sumber
stem cells ini menguntungkan karena tak pernah ditemukan bukti penularan virus
yang berbahaya (retrovirus) dari kelinci ke manusia dan tak pernah ditolak
tubuh yang memerlukan obat-obat penekan reaksi imun (imunosupresi).
Satu lagi adalah terapi gen, merupakan pengobatan yang paling utama dari semua
penyakit genetik, namun terapi gen pada thalassemia masih terus dalam
penelitian.
H. PENCEGAHAN
Karena
penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih
penting dibanding pengobatan. Program pencegahan thalassemia terdiri dari
beberapa strategi, yakni:
1. Penapisan (skrining) pembawa sifat
thalassemia,
2. konsultasi genetik (genetic
counseling), dan
3. diagnosis prenatal.
Skrining
pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara
prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari
populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan
pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita thalassemia (family
study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat
tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik
untuk thalassemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang
optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara
sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi.
Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang
dengan negara maju.
Program
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang
daripada program prospektif. Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang
akan kawin atau sudah kawin tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko
tinggi diberikan informasi dan nasehat tentang keadaannya dan kemungkinan bila
mempunyai anak. Diagnosis prenatal meliputi pendekatan retrospektif dan
prospektif. Pendekatan retrospektif, berarti melakukan diagnosis prenatal pada
pasangan yang telah mempunyai anak thalssemia, dan sekarang sementara hamil.
Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan yang berisiko tinggi yaitu
mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru hamil. Diagnosis prenatal ini
dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil sampel darah dari
villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis DNA. Dalam rangka
pencegahan penyakit thalassemia, ada beberapa masalah pokok yang harus
disampaikan kepada masyarakat, ialah :
1. Bahwa pembawa sifat thalassemia itu
tidak merupakan masalah baginya;
2. Bentuk thalassemia mayor mempunyai
dampak mediko-sosial yang besar, penanganannya sangat mahal dan sering diakhiri
kematian;
3. Kelahiran bayi thalassemia dapat
dihindarkan.
Karena
penyakit ini menurun, maka kemungkinan penderitanya akan terus bertambah dari
tahun ke tahunnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah
sangat penting dilakukan untuk mencegah bertambahnya penderita thalassemia ini.
Sebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan
membawa sifat thalassemia
Pemeriksaaan akan sangat dianjurkan bila
terdapat riwayat :
1. Ada saudara sedarah yang menderita
thalassemia,
2. kadar hemoglobin relatif rendah
antara 10-12 g/dl walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi,
3. ukuran sel darah merah lebih kecil
dari normal walaupun keadaan Hb normal.
“Jadi cegahlah thalassemia dengan pemeriksaan kesehatan pranikah”.
I.
Read More..